Cinta
Terlambat Datang
Andi menoleh ke belakang, tampak
gadis yang membuat senyumnya mengembang. Andi kembali menghadap ke depan karena
masih ada Pak Yudi yang sedang mengajar. Ketika ada kesempatan Andi menoleh
lagi ke belakang dan memandangi gadis yang sama.
Sejak kelas 1 SMP Andi menyukai
gadis itu, gadis yang lembut, manis dan pintar. Tapi Andi belum berani
mengatakannya karena Andi tidak begitu akrab dengannya. Sekarang Andi sudah
menginjak kelas 3 SMP, berarti dua tahun sudah Andi memendam perasaannya pada gadis
itu.
“Andi!”
panggil Pak Yudi yang membuat Andi refleks membalikkan badan dan kembali
mengadap ke depan.
“Kamu
menghadap ke belakang sedang memandangi Arsa, ya?” tanya pak Yudi yang membuat seluruh
teman Andi bersorak “ciieeee”.
“Ti..tidak pak.”
Jawab Andi gugup.
Pak Yudi kembali mengajar, Andi malu
sekali pada Arsa, ya karena memang Arsa yang Andi
pandangi sejak tadi.
“Dari
tadi kamu memang menoleh ke belakang, siapa yang kamu lihat?” tanya Firda teman
sebangku sekaligus sahabatku.
“Hmmm....
Arsa.” Jawab Andi singkat.
“Oh,
masih tetep Arsa.” Kata Firda kemudian.
Karena Andi kelas Unggulan, sejak
kelas 1 SMP tidak pernah pindah standart dan tetap kelas unggulan. Jadi Andi
selalu satu kelas dengan Arsa, Andi benar-benar beruntung.
“Andi!”
panggil Firda yang membuat Andi tersadar dari lamunannya.
“Apa?”
“Sekarang
kita sudah kelas 3, sebentar lagi kita lulus, kalau kamu tidak cepat bilang ke Arsa
tentang perasaan kamu ke dia, mau kapan lagi?” tanya Firda.
“Hmmm...aku
belum tahu sampai kapan aku memendam perasaanku ke dia.” Jawab Andi.
“Ayo
lah, bro! Hold your self, get it!” kata Firda menyemangati Andi.
“Oke
lah, nanti saja difikirin.” Jawab Andi.
Dari hari ke hari, Andi semakin
risau. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Ia memandang lagi Arsa yang
tetap duduk di belakangnya, hingga Arsa sadar ada yang meperhatikannya.
“Ada
apa, Andi?” tanya Arsa lembut.
“Eh
itu, aku belum dapat kelompok membuat mading. Kamu mau enggak satu kelompok
denganku? Nanti masalah cat dan sterofom biar aku yang cari.” Tanya Andi.
“Kelompoknya
kan terdiri dari tiga orang, gimana kalau Desi saja
member ketiganya?”
“Boleh
kok, iya enggak Si?” tanya Andi pada Desi
yang duduk di samping Arsa.
“Oke,
deh!” jawab Desi.
Waktu untuk membuat mading telah
tiba, lokasinya di rumah Desi. Karena rumah Andi dan Arsa tidak
terlalu jauh, Andi menjemput Arsa ke rumah Desi. Andi
mencari kesempatan untuk menyatakan perasaannya pada Arsa, ketika melewati
sebuah taman kota, Andi mengajak Arsa mampir sebentar.
“Mau
ngapain kita disini? lebih baik cepetan ke rumah Desi.”
Tanya Arsa.
“Arsa
dengerin aku sebentar, ada yang mau aku omongin ke kamu.” Kata Andi.
“Apa?”
“Sebenarnya
sejak kelas1 SMP aku suka sama kamu.” Andi menarik nafas dan melanjutkan
kata-katanya.
“Aku
tulus suka sama kamu, kamu mau enggak jadi pacarku?”
tanya Andi, kemudian dia menarik nafas dan menghembuskannya, kini ia merasa
lega.
Raut
wajah Arsa berubah, tidak seperti harapan Andi.
“Maaf,
Andi.” Kata Arsa.
“Kenapa?”
tanya Andi.
“Seharusnya
bukan aku orangnya, aku sudah punya seseorang.” Jawab Arsa.
Andi
merasa putus asa, ia menyesal karena terlambat untuk menyatakan perasaannya ke Arsa.
“Kita
berteman saja ya, Andi?” tanya Arsa.
“Siapa
seseorang itu?” tanya Andi tidak sabar.
“Iyan,
dia orangnya.” Jawab Arsa.
Andi
menghela nafas, kemudian ia kembali melanjutan perjalanannya bersama Arsa ke
rumah Desi. Saat mengerjakan mading, Andi tampak
tidak berkonsentrasi, beberapa kali ia melakukan kesalahan.
“Andi,
yang bener kalau ngerjain!” kata Desi.
“I..iya”
kata Andi.
“Enggak
apa-apa kok Andi, kamu kelihatannya kurang sehat. Kamu segera pulang saja” kata
Arsa. Andi setuju, ia memutuskan untuk cepat kembali ke rumahnya.
Beberapa hari kemudian, Andi sudah
mulai baikan dan bersikap biasa saja kepada Arsa. Walaupun ia masih menyukai Arsa.
Saat istirahat sekolah, tidak
sengaja Andi yang lewat di depan kelas Iyan, melihat Iyan duduk bersama gadis
lain dan mengobrol dengan akrab sambil berpegangan tangan. Amarah Andi
memuncak, ia kembali ke kelasnya untuk mengatakannya kepada Arsa.
“Arsa,
aku lihat sendiri. Iyan duduk berdua dengan seorang gadis, ngobrol sambil
berpegangan tangan, kamu harus kesana!” kata Andi sambil menyeret Arsa menuju
kelas Iyan.
Dan
sial bagi Andi karena Iyan sekarang duduk sendiri, tidak ada gadis yang tadi di
sampingnya.
“Mana?”
tanya Arsa.
“Tadi
ada seorang gadis di sampingnya!” kata Andi.
“Sudahlah,
Andi. Kenyataannya memang tidak ada gadis yang kamu ceritakan di samping Iyan. Aku benci sama kamu” Kata Arsa sambil berlalu meninggalkan Andi.
“Tadi
kan....” kata Andi sambil mengingat kejadian tadi.
Andi
membuntuti Arsa yang sedang berjalan menuju perpustakaan.
“Aku
enggak salah lihat, benar dia bersama seorang gadis.” Kata Andi.
“Enggak
mungkin Iyan begitu, dia sayang banget sama aku. Sudahlah Andi, semakin kamu
ngotot semakin aku benci sama kamu!” kata Arsa, ia mempercepat langkahnya. Andi
kembali putus asa, dia tidak tahu lagi harus meyakinkan Arsa bagaimana lagi.
Liburan akhir pekan Andi dan Firda
pergi ke pantai, udara sore sangat terasa rileks, Andi ingin meringankan
bebannya soal Arsa. Tapi semua itu terlupakan saat Andi melihat Iyan bersama
gadis yang berbeda dari gadis yang ia lihat di kelas Iyan, mereka ngobrol
dengan akrab dan berpegangan tangan.
“Ini
enggak bisa di biarin!”kata Andi.
“Ada
apa?” tanya Firda.
“Lihat
sendiri si brengsek itu, pacar gadis yang sangat aku
sayangi menghianati gadis yang aku sayangi.” Jawab Andi.
“Lalu kamu
mau apa?” tanya Firda.
Andi
mengeluarkan handphone dari sakunya, kemudian ia mengambil gambar Iyan bersama
gadis itu. Andi mengirim MMS ke Arsa yang berisi foto Iyan dan selingkuhannya
serta sebuah memo pendek.
“Sekarang
aku pergi dulu!” kata Andi.
“Mau
kemana? Kita baru aja nyampek.” Tanya Firda.
“Mau
ke rumah Arsa, aku pengen lihat reaksi dia melihat laki-laki yang di belanya
benar-benar selingkuh.” Jawab Andi.
“Jangan,
di sini saja, aku punya firasat buruk!” kata Firda,
dia tidak tahu mengapa ia berperasaan buruk apabila Andi
pergi.
“Aku
pergi dulu!” kata Andi, dengan cepat ia menyalakan motornya dan melaju dengan sekencang mungkin tanpa memperdulikan perkataan
Firda.
Jalanan cukup ramai, jika Andi tidak
waspada ia bisa kecelakaan. Andi melihat Arsa yang berdiri di depan pertokoan,
konsentrasinya buyar dan BRAAK!!!
Hampir
semua mata memandang anak muda yang tersungkur di depan kepala mobil, kepalanya
bersimbah darah, dan motornya hancur seketika. Arsa yang melihat kejadian itu,
yakin tidak yakin bahwa yang kecelakaan adalah Andi, ia berlari menuju
gerombolan orang yang menyaksikan keadaan orang yang kecelakaan itu lebih
dekat.
Arsa memandang sejenak korban
kecelakaan tersebut, kemudian ia ternganga karena korban kecelakaan
tersebut adalah Andi.
Handphone
Arsa bernyanyi, Arsa mengeluarkan handphone dari tasnya. Ada
MMS masuk, Arsa membuka MMS yang ternyata dari Andi.
Mata Arsa terbelalak dengan foto yang ia lihat, Iyan bersama gadis lain, benar
yang dikatakan Andi, Iyan memang selingkuh. Arsa membaca memo di bawah foto
tersebut, Arsa aku sayang kamu. Arsa
tidak bisa mengendalikan diri lagi, dia mendekatke tubuh Andi dan memegang
tangan Andi dengan air mata yang sudah tidak terbendung lagi.
Arsa
teringat sesuatu, kemudia ia mendekatkan bibirnya ke telinga Andi, ia
membisikkan sesuatu, “Andi, kamu menyadarkan aku. Aku juga sayang padamu!”.
Sejak saat itulah Arsa sadar bahwa Andi benar-benar menyayanginya sepenuh hati,
namun itu sudah terlambat karena sekarang Andi telah pergi meninggalkannya dan tidak
akan pernah kembali lagi.
Pengarang :
Shabrina Bidari
Penyunting
Akhir : Abad Ashari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar